Awards
BEST INNOVATIVE DIGITAL PRODUCT
WAN-IFRA DIGITAL MEDIA AWARDS ASIA 2024
Podcast Image
Podcast Image
Engaging conversation
Speak The Unspoken
Podcast ini bertujuan untuk menciptakan "Ruang Temu" antara orang muda, aktivis, media, dan tokoh
advertisement
Agama, sebagai pilar utama dalam kehidupan banyak orang, memiliki pengaruh besar dalam membentuk norma dan nilai masyarakat. Sayangnya, interpretasi ajaran agama yang kaku dan bias gender seringkali dimanfaatkan untuk melegitimasi praktik-praktik diskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan. Tokoh agama dan komunitas keagamaan juga berperan penting dalam menciptakan perubahan. Pada momen 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan ini, kita akan menggali lebih dalam tentang bagaimana pemahaman yang keliru tentang ajaran agama dapat memperkuat ketidaksetaraan gender. Kita akan membahas strategi-strategi untuk menanamkan kesadaran gender di dalam komunitas keagamaan sehingga tercipta lingkungan yang inklusif, adil, dan bebas dari segala bentuk kekerasan. Nah, dalam podcast ini kita akan berbincang Bersama Ibu Pera Sopariyanti yang merupakan Direktur Rahima (Rahima adalah salah satu Lembaga Swadaya Masyarakat atau Oganisasi Non Pemerintah (Ornop) yang bergerak dengan isu utama penegakan hak-hak perempuan dengan perspektif Islam. Rahima meneguhkan gerakannya dengan mengusung “Ulama Perempuan untuk Kemaslahatan Manusia dan Penyelamatan Alam.” Penambahan kata penyelamatan alam untuk meneguhkan bagaimana ulama perempuan mempunya andil dalam upaya penyelamatan alam.) tentang gimana kesadaran gender ini bisa mencegah kekerasan terhadap peremuan khususnya di komunitas agama?
Budaya patriarki dan toxic masculinity telah lama mengakar dalam masyarakat kita, menciptakan ketidaksetaraan gender yang mendalam. Dan, seringkali hal ini menormalisasikan perilaku kekerasan. Hingga menciptakan lingkungan yang tidak aman bagi perempuan dan memperkuat hierarki gender yang dapat merugikan. Dalam rangka memperingati 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan, podcast ini akan menggali lebih dalam mengenai dampak buruk dari budaya patriarki dan toxic masculinity terhadap perempuan. Kita akan membahas bagaimana pola pikir dan praktik yang berakar pada budaya ini berkontribusi pada berbagai bentuk kekerasan terhadap perempuan. Selain itu, podcast ini juga akan mengeksplorasi langkah-langkah konkret yang dapat diambil oleh masyarakat untuk mengubah pola pikir dan menciptakan lingkungan yang lebih adil dan setara bagi semua gender. Nah, dalam podcast ini kita akan berbincang Bersama Yuniyanti huzaifah (Mantan ketua Komnas Perempuan, saat ini jd pegiat HAM perempuan/women human right specialist) tentang Budaya Patriarki dan Toxic Masculinity. Apa sih dampaknya bagi perempuan?
Setiap tanggal 25 November sampai 10 Desember ditetapkan sebagai 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan. Ini merupakan kampanye global yang bertujuan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang berbagai bentuk kekerasan terhadap perempuan dan mendorong upaya untuk menghapusnya. Perkawinan anak merupakan salah satu bentuk kekerasan terhadap perempuan yang paling sering terjadi. Berdasarkan data BPS selama satu dekade terakhir, angka perkawinan di bawah umur terus terjadi. Setiap tahun terjadi perkawinan usia anak di Indonesia sekitar 10,5 persen. Nusa Tenggara Barat menjadi provinsi dengan angka perkawinan usia anak tertinggi pada tahun lalu sebesar 17,32 persen, disusul Sumatera Selatan 11,41 persen, dan Kalimantan Barat 11,29 persen. Secara global, perkawinan anak di Indonesia termasuk yang tertinggi. Berdasarkan data Unicef 2023, Indonesia menempati urutan ke-4 di dunia dengan estimasi jumlah anak perempuan yang dinikahkan mencapai 25,53 juta jiwa. Indonesia juga menjadi negara di kawasan ASEAN yang memiliki kasus perkawinan anak terbesar. Nah, dalam podcast ini kita akan berbincang Bersama Ibu Anisatul Hamidah, S.Ag., SH., M.Si., MKn. yang merupakan Kepala Dinas Sosial Kepala Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (P3AKB) Kab. Bondowoso tentang perkawinan anak yang banyak terjadi di Indonesia. *Kami ingin mendengar saran dan komentar kamu terkait podcast yang baru saja kamu simak, melalui surel ke podcast@kbrprime.id
Mungkin banyak dari kita belum memahami gerakan 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (HAKTP). Ini merujuk pada kampanye global yang berlangsung setiap tahun dari tanggal 25 November hingga 10 Desember. Kampanye ini dimulai pada Hari Internasional untuk Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan dan berakhir pada Hari Hak Asasi Manusia Internasional. Periode ini menekankan pentingnya mengatasi kekerasan terhadap perempuan sebagai pelanggaran hak asasi manusia. Organisasi-organisasi perempuan, LSM, pemerintah, dan individu bisa terlibat dalam kampanye ini dengan menggelar seminar, pameran, pertemuan, dan kegiatan lainnya. Tak hanya itu, media sosial juga menjadi platform penting untuk menyebarkan informasi, cerita, dan dukungan untuk membawa isu ini ke perhatian publik secara lebih luas. Kekerasan gender adalah masalah global yang luas dan memerlukan perhatian dan tindakan segera. Platform media sosial telah muncul sebagai alat yang ampuh dalam memerangi bentuk kekerasan ini, memberikan peluang untuk peningkatan kesadaran, advokasi, dan dukungan. Lalu, seberapa besar sih pengaruh/peran media sosial dalam mengubah narasi kekerasan terhadap perempuan khususnya di Indonesia? Apa tantangannya*Kami ingin mendengar saran dan komentar kamu terkait podcast yang baru saja kamu simak, melalui surel ke podcast@kbrprime.id
Belakangan ini tingkat kekerasan terhadap anak dan perempuan begitu meningkat. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) mencatat, jumlah kasus kekerasan hingga tindak kriminal terhadap anak di Indonesia mencapai 9.654 kasus. Itu yang terjadi sepanjang Januari sampai 28 Mei 2023. Sementara berdasarkan CATAHU 2023 yang diterbitkan oleh Komnas Perempuan, kasus kekerasan tertinggi yang terjadi di sepanjang tahun 2022 pada orang muda usia 18-24 tahun yaitu 42% atau 3.442 kasus dan pada usia 25-40 tahun yaitu 22% atau 759 kasus. Bersama-sama, kita akan mencari tahu bagaimana pendekatan seni dapat turut mengambil peran dalam pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan bagaimana kita orang muda dapat berpartisipasi di dalamnya.*Kami ingin mendengar saran dan komentar kamu terkait podcast yang baru saja kamu simak, melalui surel ke podcast@kbrprime.id
advertisement
Podcast Lainnya