Awards
BEST INNOVATIVE DIGITAL PRODUCT
WAN-IFRA DIGITAL MEDIA AWARDS ASIA 2024
Podcast Image
Podcast Image
News
Ruang Publik
Perbincangan khas KBR. Mengangkat hal-hal yang penting diketahui demi kemaslahatan masyarakat. Ha
advertisement
Pendanaan untuk mempercepat transisi energi bersih di Indonesia dikhawatirkan akan terganggu setelah Amerika Serikat mundur dari Perjanjian Iklim Paris. Keputusan ini memengaruhi pendanaan Just Energy Transition Partnership (JETP) untuk Indonesia, yang salah satu programnya adalah pensiun dini Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Kekhawatiran tersebut kian menebal karena pernyataan sejumlah pejabat negara. Menteri ESDM Bahlil Lahadalia sempat bilang, program pensiun dini PLTU jangan dipaksakan, karena ada keterbatasan anggaran. Meskipun, Bahlil kemudian buru-buru mengklarifikasi dengan memastikan pensiun dini PLTU tetap dijalankan secara bertahap. Namun, Bahlil bukan satu-satunya pejabat yang menyiratkan niat pemerintah suntik mati PLTU. Sebelumnya, Utusan Khusus Presiden RI Bidang Iklim dan Energi, Hashim Djojohadikusumo, bahkan menyatakan bahwa pemerintahan Prabowo-Gibran tidak akan suntik mati PLTU di 2040. Omongan dua pejabat ini bertentangan dengan komitmen yang sudah dilontarkan Presiden Prabowo di forum internasional, sebulan setelah dilantik. Prabowo menyebut PLTU batubara akan disetop dalam 15 tahun guna mengejar target net zero sebelum 2050. Bagaimana menyikapi sikap pemerintah yang terkesan maju mundur soal pensiun dini PLTU? Apakah pembiayaan menjadi hambatan utama? Apa dampaknya jika target pensiun dini PLTU tak segera dieksekusi? Bagaimana nasib transisi energi di Tanah Air? Kita bincangkan bersama Pengamat Ekonomi Energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Fahmy Radhi dan Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia, Bondan Andriyanu. *Kami ingin mendengar saran dan komentar kamu terkait podcast yang baru saja kamu simak, melalui surel ke podcast@kbrprime.id
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu'ti resmi mengganti Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) menjadi Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB). Jika dicermati, istilah SPMB juga familiar di pendidikan tinggi, tapi singkatan dari Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru. Istilah lain yang diubah Mendikdasmen Mu'ti adalah zonasi menjadi domisili. Ini adalah perubahan istilah dan kebijakan kesekian yang diambil Mu'ti sejak menjabat sebagai pembantu Presiden Prabowo Subianto. Mu'ti mengeklaim SPMB bakal memperbaiki kelemahan-kelemahan sistem PPDB yang sudah digulirkan sejak 2017. Tak dipungkiri, PPDB saban tahun diwarnai segudang masalah, seperti migrasi domisili dan pungli. Padahal, semangat awal PPDB adalah ingin memeratakan kualitas pendidikan. Apakah PPDB zonasi layak disebut gagal sehingga harus diganti ke SPMB? Poin-poin apa yang patut jadi catatan dalam sistem baru? Apakah perubahan ini bakal mempercepat pemerataan pendidikan? Kita bincangkan bersama Ketua Dewan Pakar Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Retno Listyarti dan Wakil Sekjen PB Persatuan Guru Republik Indonesi (PGRI) sekaligus Ketua Dewan Eksekutif APKS PB PGRI, Sumardiansyah Perdana Kusuma. *Kami ingin mendengar saran dan komentar kamu terkait podcast yang baru saja kamu simak, melalui surel ke podcast@kbrprime.id
Kegaduhan terkait distribusi elpiji 3 kilogram selama berhari-hari menunjukkan pemerintah masih gagal mendapatkan formula tepat pengendalian subsidi energi. Langkah menertibkan penyaluran elpiji bersubsidi dengan menghapus pengecer dari rantai distribusi, malah berujung kisruh. Kebijakan mendadak ini memaksa warga antre berjam-jam di pangkalan untuk membeli gas melon. Bahkan, seorang ibu penjual makanan di Pamulang meninggal dunia karena kelelahan setelah berkeliling mencari elpiji. Sebuah harga mahal yang harus dibayar dari kebijakan yang tidak peka dengan kondisi di akar rumput. Setelah diprotes banyak pihak, Presiden Prabowo merespons dengan menginstruksikan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengizinkan kembali pengecer berjualan gas bersubsidi. Apa saja dampak kebijakan pembatasan pembelian elpiji bersubsidi ini di masyarakat? Mengapa berbagai strategi pengendalian subsidi energi selalu gagal? Kita bincangkan bersama Pimpinan Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika dan Ketua Koperasi Warteg Nusantara (Kowantara) Mukroni. *Kami ingin mendengar saran dan komentar kamu terkait podcast yang baru saja kamu simak, melalui surel ke podcast@kbrprime.id
Kanker masih menjadi momok karena menjadi salah satu penyebab kematian tertinggi di Indonesia maupun dunia. Menurut Kementerian Kesehatan RI, setiap tahunnya, terdapat lebih dari 400 ribu kasus kanker ditemukan di Tanah Air. Ada tiga jenis kanker utama yang menjadi perhatian di antaranya kanker paru-paru, kanker payudara, dan kanker kolokrektal. Pada Oktober 2024, pemerintah meluncurkan Rencana Pencegahan dan Pengendalian Kanker Nasional 2024-2034 yang fokus utamanya pada pencegahan dan deteksi dini. Selain itu dari sisi penanganan dan pengobatan, pemerintah bakal menambah fasilitas dan alat kesehatan di rumah sakit di seluruh Indonesia, termasuk meningkatkan layanan paliatif. Apakah rencana yang disiapkan pemerintah cukup untuk mengendalikan kanker di Indonesia? Apa saja tantangannya? Seperti apa implementasinya di 100 hari kerja pemerintahan baru? Kita akan bincangkan di Ruang Publik pagi ini bersama Juru Bicara Kemenkes drg. Widyawati, MKM dan Hanny Dwi Gustiane, Survivor kanker payudara dari Cancer Information and Support Center (CISC). *Kami ingin mendengar saran dan komentar kamu terkait podcast yang baru saja kamu simak, melalui surel ke podcast@kbrprime.id
Pelantikan kepala daerah hasil Pilkada Serentak 2024 ditunda. Awalnya pemerintah, DPR, dan penyelenggara pemilu sepakat pelantikan akan digelar pada 6 Februari 2025, untuk kepala daerah yang tak bersengketa atau non-sengketa di Mahkamah Konstitusi (MK). Sedangkan bagi yang bersengketa di MK akan dilantik setelahnya. Namun, pemerintah berubah pikiran, karena MK bakal segera menggelar putusan sela (dismissal) kepala daerah yang bersengketa. Selain itu, ada arahan dari Presiden Prabowo soal efisiensi anggaran. Alhasil, jadwal pelantikan mundur sampai waktu yang belum ditentukan, agar memenuhi keserentakan. Ini disebut sesuai dengan Keputusan MK Nomor 27 dan 46 Tahun 2024 yang menyatakan pelantikan kepala/wakil kepala daerah hasil Pilkada 2024 digelar secara serentak dan menanti proses sengketa hasil pilkada di MK tuntas. Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menyatakan akan mencari tanggal baru, menyesuaikan dismissal MK, yang rencananya dibacakan pada 4-5 Februari 2025. Adakah konsekuensi dari penundaan ini? Apa saja dampak maupun risiko yang harus diwaspadai? Kita bincangkan bersama Pakar Otonomi Daerah, Prof. Djohermansyah Djohan dan Pengajar Bidang Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Titi Anggraini. *Kami ingin mendengar saran dan komentar kamu terkait podcast yang baru saja kamu simak, melalui surel ke podcast@kbrprime.id
advertisement
Podcast Lainnya