

News
Ruang Publik
Perbincangan khas KBR. Mengangkat hal-hal yang penting diketahui demi kemaslahatan masyarakat. Hadir juga di 100 radio jaringan KBR se-Indonesia.Kami ingin mendengar komentarmu tentang podcast ini, kamu bisa mengirimkannya melalui podcast@kbrprimePerbincangan khas KBR. Mengangkat hal-hal yang penting diketahui demi kemaslahatan masyarakat. Ha
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memisahkan pemilu nasional dan daerah memicu polemik.Putusan ini ditanggapi beragam oleh sejumlah parpol. PKS merespons positif, tetapi beberapa parpol lain keberatan, dengan mengemukakan alasan masing-masing.Demokrat menyoroti peluang perpanjangan masa jabatan anggota DPRD yang bakal berpengaruh pada kepengurusan partai. Nasdem menyinggung putusan MK yang kerap berubah-ubah. Sementara, PKB menganggap putusan MK, melampaui ketentuan undang-undang.Padahal, putusan MK diharapkan mampu menyederhanakan proses pemilihan, mengurangi beban kerja penyelenggara, hingga memberikan waktu bagi partai politik agar tak asal-asalan merekrut dan mempersiapkan calegnya.Sementara pemerintah menindaklanjutinya dengan membuat tim kajian lintas kementerian untuk merumuskan kembali Undang-Undang Pemilu. Alasannya, putusan MK bersifat final dan mengikat.Bagaimana membaca polemik ini? apa saja plus-minus pemisahan pemilu dan pilkada? Apakah putusan MK ini bisa menjadi momentum pembenahan sistem pemilu? Bagaimana dampaknya?Di Ruang Publik KBR, kita akan bahas topik ini bersama Wakil Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia (Wamendagri) Bima Arya Sugiarto, Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Haykal, dan Ketua Pusat Kajian Demokrasi, Konstitusi dan HAM (PANDEKHA) Fakultas Hukum UGM Yance Arizona.

Polemik Kebijakan Zero ODOL, Apa Solusinya?
03 Jul 2025
Kebijakan zero Over Dimension dan Over Loading (ODOL) atau bebas truk dengan muatan berlebih di jalan raya terus menuai kritik. Rabu kemarin, ratusan sopir dari berbagai asosiasi menggelar aksi di Jakarta menuntut kebijakan zero ODOL ditunda. Namun, hingga kini mediasi dengan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) masih buntu.Kemenhub berkukuh zero ODOL kudu tercapai tahun depan karena kendaraan muatan berlebih jadi biang keladi kecelakaan lalu lintas dan kerusakan infrastruktur jalan raya. Data Korlantas Polri pada 2024 mencatat ada 27.337 kejadian kecelakaan lalu lintas yang melibatkan angkutan barang.Sementara Jasa Raharja mencatat, kendaraan ODOL jadi penyebab kecelakaan nomor dua dengan 6.390 korban meninggal dunia yang diberikan santunan. Diperkirakan butuh anggaran sekitar Rp43,4 triliun per tahun untuk memperbaiki jalan rusak yang salah satunya disebabkan oleh kendaraan ODOL.Adakah win-win solution dari polemik ini? Apa dampak penerapan kebijakan zero ODOL?Di Ruang Publik KBR, kita akan bahas topik ini bersama Ketua Umum Asosiasi Rumah Berdaya Pengemudi Indonesia (RBPI) Ika Rostianti dan Peneliti Senior Inisiasi Strategis Transportasi (INSTRAN) Deddy Herlambang.
Kemarin, Polri berulang tahun yang ke-79 dengan mengangkat tema "Polri untuk Masyarakat". Tema ini mengesankan Korps Bhayangkara memihak kepentingan rakyat. Namun, di realita, banyak yang tak sejalan.Tengok saja laporan-laporan dari Komnas HAM dan koalisi masyarakat sipil, polisi selalu menduduki peringkat teratas pelaku kekerasan. Mereka kerap dilibatkan saat penggusuran lahan, pembubaran aksi damai, bahkan melakukan penganiayaan. Jangan lupakan pula, tragedi Kanjuruhan.Selain kental dengan wajah represif, polisi juga masih dibelit berbagai kasus seperti korupsi, pungli, hingga cawe-cawe politik.Lantas, bagaimana membaca tagline "Polri untuk Masyarakat" di usianya yang hampir delapan dasawarsa? Apakah Korps Bhayangkara sudah layak punya slogan humanis dan berkeadilan? Apakah masih ada harapan terwujudnya reformasi Polri? Bagaimana upaya menuju ke sana?Pertanyaan-pertanyaan tersebut akan dibahas di Ruang Publik KBR, bersama Supardi Hamid, Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) RI; Muhammad Nasir Djamil, Anggota Komisi III DPR RI; dan Hans Giovanny Yosua, Kepala Divisi Riset dan Dokumentasi dari Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS).
Pada tahun 2024, angka prevalensi penyalahgunaan narkoba di Indonesia mencapai 3,3 juta orang, yang didominasi oleh generasi muda, khususnya remaja berusia 15 hingga 24 tahun. Data ini merujuk dari laporan Badan Narkotika Nasional (BNN).Tahun 2024, BNN dan instansi terkait telah merehabilitasi sekitar 40 ribu pecandu narkotika. BNN juga telah membentuk lebih dari 400 unit layanan Intervensi Berbasis Masyarakat (IBM) dengan 2 ribu lebih petugas agen pemulihan. Namun, di tengah penyalahguna narkoba di Indonesia sangat besar, jumlah konselor adiksi masih terbatas.Badan Narkotika Nasional (BNN) dan lembaga terkait terus berupaya meningkatkan jumlah konselor melalui pelatihan dan sertifikasi, Seperti apa perkembangannya saat ini?Konselor adiksi memiliki peran penting dalam membantu individu yang mengalami penyalahgunaan narkoba, baik dalam pemulihan maupun pencegahan. Namun, keterbatasan jumlah konselor yang tersertifikasi menjadi salah satu tantangan. Bagaimana solusinya? Dan apa langkah untuk bisa menggenjot jumlah konselor tersertifikasi yang bisa memenuhi kualifikasi?Bertepatan dengan peringatan Hari Anti Narkoba Internasional (HANI) yang jatuh pada 26 Juni kemarin, topik ini kita bahas di Ruang Publik KBR, bersama Administrator Kesehatan Direktorat Penguatan Lembaga Rehabilitasi Instansi Pemerintah di Deputi Bidang Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional (BNN) Rahmi Meutia, Konselor Adiksi Balai Besar Rehabilitasi BNN Heri Akhmad, dan Psikolog Klinis Aldo Rayendra Rachmat.
Kejaksaan Agung (Kejagung) bakal punya kewenangan menyadap nomor telepon Telkomsel, Indosat, dan XL. Pekan lalu, Jaksa Agung Muda Intelijen (Jamintel) Reda Manthovani sudah menandatangani nota kesepahaman (MoU) dengan empat operator layanan telekomunikasi, yakni PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom), PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel), PT Indosat, dan PT Xl Smart Telecom Sejahtera.Kejaksaan nanti bisa mengakses data dan informasi pengguna nomor ponsel tersebut untuk kepentingan penegakan hukum. Langkah ini dinilai problematis karena berisiko disalahgunakan. Koalisi masyarakat sipil menyoroti potensi ancaman terhadap perlindungan hak atas privasi warga negara.Apa saja yang harus diketahui masyarakat tentang kebijakan ini? Sejauh apa wewenang Kejaksaan dalam penyadapan? Siapa yang bakal mengawasi? Bagaimana dengan kewenangan penyadapan di aparat penegak hukum lain, seperti KPK?Pertanyaan-pertanyaan tersebut akan dibahas di Ruang Publik KBR, bersama Pujiyono Suwadi, Ketua Komisi Kejaksaan (Komjak) dan Nenden Sekar Arum, Direktur Eksekutif Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet)