Awards
BEST INNOVATIVE DIGITAL PRODUCT
WAN-IFRA DIGITAL MEDIA AWARDS ASIA 2024
Podcast Image
Podcast Image
News
Ruang Publik
Perbincangan khas KBR. Mengangkat hal-hal yang penting diketahui demi kemaslahatan masyarakat. Ha
advertisement
Tahun ini bersejarah bagi upaya pelestarian kebaya. Tanggal 24 Juli lalu, untuk pertama kalinya, Indonesia merayakan Hari Kebaya Nasional yang ditetapkan melalui Keppres Nomor 19 Tahun 2023. Perayaan secara nasional digelar di Istora Senayan, Jakarta, yang dihadiri lebih dari 9 ribu orang dan memecahkan rekor Muri. Penetapan Hari Kebaya Nasional merupakan bagian dari perjuangan mengusulkan kebaya menjadi warisan budaya UNESCO. Sebagai warisan dan identitas bangsa, kebaya perlu dipopulerkan lintas generasi. Masih ada stigma bahwa kebaya identik dengan kuno dan dianggap hanya cocok dikenakan di acara formal atau acara adat. Padahal, kebaya bisa dan nyaman dipakai sehari-hari. Bagaimana strategi memasyarakatkan kebaya agar tetap relevan lintas zaman? Kita bincangkan hal ini bersama Fashion Designer sekaligus Ketua Indonesian Fashion Chamber, Lenny Agustin dan Lia Nathalia, Ketua Komunitas Perempuan Berkebaya (KPB). *Kami ingin mendengar saran dan komentar kamu terkait podcast yang baru saja kamu simak, melalui surel ke podcast@kbrprime.id
Misteri kematian jurnalis Tribrata TV, Rico Sempurna Pasaribu dan tiga anggota keluarganya masih belum terungkap. Sempurna beserta istri, anak, dan cucunya tewas dalam kebakaran rumah di Kabupaten Karo, Sumatera Utara, pada 27 Juni 2024 lalu. Insiden ini diduga terkait aktivitas Sempurna sebagai jurnalis. Beberapa hari sebelumnya, ia memberitakan usaha perjudian di Jalan Bom Ginting, Kabanjahe, yang diduga melibatkan anggota TNI berinisial HB. Sejauh ini, Polda Sumatera Utara sudah menetapkan tiga tersangka, berinisial B, RAS, dan YST. Namun, motifnya belum terungkap. Keluarga korban menduga para tersangka hanyalah eksekutor lapangan, sedangkan dalangnya adalah HB. Mereka melaporkan kasus ini ke Komnas HAM dan Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI. Meski mendapat perhatian publik, kasus Sempurna Pasaribu berpotensi mangkrak, seperti delapan kasus kematian jurnalis sebelumnya yang hingga kini belum terungkap. Jika kasus Sempurna menambah deretan panjang daftar itu, maka bakal menjadi preseden buruk bagi kemerdekaan pers di Indonesia. Bagaimana memastikan agar kasus ini diusut tuntas? Kita bincangkan hal ini bersama Irvan Saputra, Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan dan Erick Tanjung, Koordinator Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ). *Kami ingin mendengar saran dan komentar kamu terkait podcast yang baru saja kamu simak, melalui surel ke podcast@kbrprime.id
Masa sidang terakhir DPR periode 2019-2024 bakal menjadi pertaruhan nasib Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT). Progres beleid ini mandek setahun terakhir, setelah sempat menabur asa bahwa PRT akhirnya bakal diakui negara. Rangkaian sinyal positif dari Presiden Joko Widodo dan DPR yang memasukkan RUU PPRT sebagai inisiatifnya, tiba-tiba mandek dan kembali mangkrak. RUU PPRT masih digantung DPR, karena pembahasannya saja tak kunjung dimulai, meski sudah ada dorongan dari Presiden Joko Widodo. Surat presiden dan Daftar Inventaris Masalah (DIM) juga sudah diserahkan ke dewan. Namun, belum terlihat gelagat untuk mulai pembahasan. Hingga kini, sebanyak 5 juta PRT di Indonesia menanti negara mengakui dan melindungi mereka dari kekerasan, penyiksaan, dan eksploitasi. Data Jaringan Advokasi Nasional Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT) mencatat, sebanyak 2.641 kasus kekerasan terhadap PRT selama periode 2019-2023. Tak sedikit yang mendapat gaji kecil di bawah upah minimum setempat, bekerja di tempat yang tak layak, atau menjadi korban perdagangan orang. Karenanya, penting untuk terus mendorong agenda pengesahan RUU PPRT sebelum masa jabatan DPR periode ini berakhir. Mengapa demikian? Apa konsekuensinya jika RUU PPRT tak segera disahkan? Kita bincangkan hal ini bersama Olivia Salampessy, Wakil Ketua Komnas Perempuan dan Lita Anggraini, Koordinator Nasional Jaringan Advokasi Nasional Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT). *Kami ingin mendengar saran dan komentar kamu terkait podcast yang baru saja kamu simak, melalui surel ke podcast@kbrprime.id
Publik perlu mewaspadai masa sidang DPR Agustus mendatang karena menjadi yang terakhir untuk DPR periode 2019-2024. Di putaran akhir ini, bisa jadi ada celah untuk menyusupkan beleid bermasalah. Apalagi ada beberapa RUU yang disetujui kilat dan sudah diterbitkan surat presiden, salah satunya adalah RUU TNI yang menjadi RUU inisiatif DPR. Selama beberapa bulan terakhir, sejumlah pasal RUU TNI kencang diperbincangkan karena dinilai problematik. Misalnya, perluasan jabatan di kementerian dan lembaga yang dapat diduduki prajurit aktif. Selanjutnya, soal perpanjangan usia pensiun TNI. Yang terbaru adalah usulan dicabutnya larangan TNI berbisnis. Sejumlah wacana revisi ini dikhawatirkan bakal mengembalikan kita ke era dwifungsi ABRI, yang jelas merupakan langkah mundur reformasi TNI. Seperti apa gambaran dampaknya ke masyarakat jika poin-poin bermasalah RUU TNI itu lolos diketok? Apakah sebaiknya pembahasan RUU TNI dibatalkan? Kita bincangkan bersama Khairul Fahmi, Pengamat Militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) dan Al Araf, Ketua Centra Initiative dan Peneliti Senior Imparsial. *Kami ingin mendengar saran dan komentar kamu terkait podcast yang baru saja kamu simak, melalui surel ke podcast@kbrprime.id
Benang kusut di dunia pendidikan negeri ini makin menemukan bukti. Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) masih saja diwarnai kecurangan dengan beragam modus. Keruwetan makin bertambah dengan adanya kebijakan pembersihan atau cleansing guru honorer. Di Jakarta, puluhan guru honorer diberhentikan tanpa pemberitahuan di hari pertama tahun ajaran baru. Sementara di beberapa daerah lain, sejumlah guru honorer dipangkas jam mengajarnya. Tercatat ada 4.000 tenaga honorer sejak 2016 hingga 2024 di lingkungan Dinas Pendidikan Jakarta. Guru honorer ini biasanya diangkat oleh kepala sekolah dan gajinya berasal dari dana bantuan operasional sekolah (BOS). Besarannya tergantung kesepakatan antara guru honorer dengan kepala sekolah. Kebijakan cleansing disebut merupakan tindak lanjut temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menyatakan Dinas Pendidikan Jakarta melanggar Permendikbudristek tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan Dana Bantuan Operasional Satuan Pendidikan. Sementara, Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) berpandangan, cleansing guru honorer tidak sesuai dengan UU Guru dan Dosen tahun 2005. Pemberdayaan guru mestinya dilakukan secara demokratis, berkeadilan, tidak diskriminatif, dan berkelanjutan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia. P2G membuka pos pengaduan bagi guru honorer yang mengalami pemberhentian atau pengurangan jam mengajar. Lantas, apa dampak praktik cleansing guru honorer ini pada proses belajar mengajar? Solusi seperti apa yang mesti diambil pemerintah terkait masalah guru honorer? Kita bincangkan bersama Kabid Litbang Pendidikan P2G Feriyansyah, Perwakilan dari Guru Honorer Muda Andi Febriansyah dan Pengacara Publik LBH Jakarta Fadhil Alfathan. *Kami ingin mendengar saran dan komentar kamu terkait podcast yang baru saja kamu simak, melalui surel ke podcast@kbrprime.id
advertisement
Podcast Lainnya