Jumlah perokok aktif di Indonesia masih tinggi. Data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tahun 2023 menunjukkan, jumlah perokok aktif diperkirakan mencapai 70 juta orang, dengan 7,4% di antaranya perokok berusia 10-18 tahun. Ini terjadi meski pemerintah melakukan berbagai langkah untuk menurunkan prevalensi perokok.
Konsumsi rokok di Indonesia memiliki dampak multi-sektor, mulai dari tingginya angka penyakit dan kematian akibat penyakit tidak menular yang terus meningkat, stunting, tuberculosis, sampai defisit BPJS dan sulitnya pengentasan kemiskinan.
Nah belum lama ini, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No 28 tahun 2024, tentang peraturan pelaksana Undang-Undang Kesehatan.
Di dalamnya berisi larangan penjualan rokok kepada orang di bawah usia 21 tahun dan perempuan hamil, larangan penjualan rokok batangan, larangan penjualan rokok dalam jarak 200 meter dari sekolah dan taman bermain, serta ketentuan soal rokok elektrik. Untuk menekan ketertarikan, iklan rokok di media sosial dan di sekitar sekolah juga dilarang.
Harapannya, tentu aturan ini berdampak pada menurunkan prevalensi perokok anak dan remaja, karena Indonesia ingin mengejar target Indonesia Emas 2045 seperti yang tertuang dalam Kerangka Upaya Transformatif Super Prioritas di RPJPN 2025 - 2045.
Bagaimana evaluasi kebijakan dan upaya yang dilakukan selama ini dalam menurunkan prevalensi perokok dan apa saja yang mesti diperkuat? Kita akan berbincang lebih jauh soal ini, termasuk apa saja yang dibutuhkan untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045 tanpa rokok?
Kita perbincangkan bersama narasumber kita, ada Nina Samidi selaku Program Manager Komnas Pengendalian Tembakau dan Manik Marganamahendra selaku Executive Director IYCTC.
*Kami ingin mendengar saran dan komentar kamu terkait podcast yang baru saja kamu simak, melalui surel ke podcast@kbrprime.id
Komentar
Loading...