
Seleksi Penerimaan Murid Baru (SPMB) 2025 masih sarat kecurangan. Padahal, ini sudah masuk era kepemimpinan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu'ti, yang merilis sejumlah kebijakan yang berbeda dari pendahulunya, Nadiem Makarim. Misalnya, sistem zonasi yang diganti dengan domisili. Ada juga strategi mengunci sistem data pokok pendidikan (dapodik) secara daring. Namun, ternyata inisiatif-inisiatif baru tersebut belum mampu menutup celah kecurangan.
Sejak SPMB dimulai 16 Juni lalu, ada berbagai aduan masuk ke Ombudsman RI, mulai dari indikasi pungutan liar di Aceh hingga dugaan manipulasi data serta jual-beli kursi di Kota Bandung, Jawa Barat. Kemendikdasmen juga membuka posko pengaduan daring dan luring untuk mengantisipasi kecurangan.
Sungguh miris mendapati praktik kecurangan SPMB, ibaratnya selalu menjadi problem rutin tahunan. Adakah harapan mengakhiri masalah klasik ini? Mengapa kebijakan era Menteri Abdul Mu'ti belum ampuh menutup celah kecurangan SPMB? Apa yang bisa dilakukan?
Di Ruang Publik KBR, kita akan bahas topik ini bersama Anggota Ombudsman RI Periode 2021-2026 Indraza Marzuki Rais dan Pengamat Pendidikan UIN Jakarta sekaligus Ketua Pengurus Besar PGRI, Jejen Musfah.
Komentar
Loading...



