
Ada lembaga baru bentukan Polri, namanya, Satuan Tugas Khusus Optimalisasi Penerimaan Negara (Satgassus OPN). Di lembaga ini, kita bisa menjumpai beberapa tokoh yang sudah dikenal publik, seperti eks penyidik KPK Novel Baswedan dan Yudi Purnomo. Ada juga pakar IT, kriminolog, hingga ahli tata kelola pemerintahan.
Satgassus melakukan koordinasi lintas kementerian maupun instansi untuk meningkatkan penerimaan negara dari berbagai sektor. Mereka menyisir aktivitas-aktivitas ekonomi tersembunyi (shadow economy) yang selama ini sulit dijangkau otoritas pajak. Misalnya, penangkapan ikan tanpa izin. Ketiadaan izin ini membuat pemerintah tak bisa memungut penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
Data Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menunjukkan shadow economy di Indonesia mencapai 8,3 hingga 10 persen dari produk domestik bruto (PDB). Dengan PDB nominal sebesar Rp 22.139 triliun pada tahun lalu, potensi yang belum tergarap itu setara Rp 1.838 triliun hingga Rp 2.214 triliun.
Meski tak sedikit yang memberi apresiasi, sebagian kalangan mempertanyakan pembentukan Satgassus OPN. Apa urgensi lembaga ini dibentuk?
Ada pula kekhawatiran bakal tumpang tindih dengan lembaga lain seperti Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortas Tipikor) yang juga bentukan Polri. Bagaimana strategi Satgassus mencegah kebocoran anggaran?
Apa dampaknya jika Polri ikut cawe-cawe mengurusi penerimaan negara?
Topik ini akan dibahas di Ruang Publik KBR, bersama Anggota Satgassus Penerimaan Negara Polri Yudi Purnomo, Juru Bicara KPK Budi Prasetyo, dan Dosen Hukum Administrasi dan Keuangan Negara sekaligus Peneliti Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas Beni Kurnia Illahi.
Komentar
Loading...



