Akhir Juli lalu, aturan pelaksana Undang-Undang Kesehatan resmi dirilis melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024. Salah satu yang poin yang diatur adalah tentang larangan promosi susu formula demi memaksimalkan pemberian ASI eksklusif kepada anak.
Promosi yang dimaksud meliputi larangan iklan susu formula bayi dan susu formula lanjutan di media massa, baik cetak maupun elektronik, media luar ruang, dan media sosial. Demikian pula dengan promosi tidak langsung atau promosi silang produk pangan dengan susu formula bayi, juga dilarang. Selain itu, ada ketentuan bahwa pemengaruh media sosial atau influencer, tidak boleh mempromosikan susu formula.
Aturan baru tersebut disambut baik para pegiat kesehatan. Namun, efektivitas dan manfaatnya tentu tergantung pada implementasinya di lapangan. Seperti diketahui, larangan promosi susu formula sebenarnya sudah ada di PP Nomor 33 Tahun 2012 dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 39 Tahun 2013. Namun, pada kenyataannya, promosi dan iklan susu formula masih bisa ditemukan di media konvensional maupun daring.
Bagaimana memastikan PP Kesehatan soal larangan promosi susu formula benar-benar dipatuhi? Pengawasannya seperti apa? Kita bincangkan hal ini bersama para narasumber Anggota Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Bidang Pengawasan Isi Siaran Aliyah, Ketua Umum Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) Nia Umar dan Pengurus Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Agus Suyatno.
*Kami ingin mendengar saran dan komentar kamu terkait podcast yang baru saja kamu simak, melalui surel ke podcast@kbrprime.id
Komentar
Loading...