
Dua pekan terakhir, publik dibikin geram oleh kasus kekerasaan seksual yang terungkap di institusi pendidikan tinggi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta dan Universitas Padjajaran, Bandung. Di UGM, pelakunya berstatus Guru Besar Fakultas Farmasi, Edy Meiyanto. Korbannya 15 mahasiswi S1 hingga S3 yang terjadi pada kurun 2023-2024. Selain dipecat sebagai dosen, status ASN yang disandangnya terancam dicopot.
Sedangkan di Unpad, pelakunya Priguna Anugrah Pratama, mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran. Ia memperkosa anggota keluarga pasien saat bertugas di Rumah Sakit Hasan Sadikin. Selain diputus studinya, Priguna kini menjadi tahanan Polda Jawa Barat.
Dua kasus itu menambah daftar panjang kekerasan seksual di perguruan tinggi. Komnas Perempuan mencatat ada 1.133 kasus kekerasan seksual di lingkungan kampus. Data yang membuat miris karena publik punya ekspektasi tinggi terhadap civitas akademika, sebagai kalangan terpelajar dan bermoral.
Mengapa kasus kekerasan seksual di pendidikan tinggi terus berulang? Bagaimana keberpihakan kampus terhadap korban? Apa saja upaya ekstra yang harus dilakukan untuk memastikan kampus yang ramah terhadap perempuan?
Kita bincangkan bersama Direktur Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Belmawa Kemendiktisaintek) Dr. Berry Juliandi, Asisten Deputi Perumusan dan Koordinasi Kebijakan Bidang Perlindungan Hak Perempuan KemenPPPA Margareth Robin, dan Kepala Kantor Komunikasi Publik Universitas Padjadjaran (Unpad), Dandi Supriadi, PhD.
*Kami ingin mendengar saran dan komentar kamu terkait podcast yang baru saja kamu simak, melalui surel ke podcast@kbrprime.id
Komentar
Loading...



