Awards
BEST INNOVATIVE DIGITAL PRODUCT
WAN-IFRA DIGITAL MEDIA AWARDS ASIA 2024
Podcast Image
Menolak Gelar Pahlawan untuk Soeharto
Ruang Publik / 14 Okt 2024

Wacana pemberian gelar pahlawan nasional bagi Presiden kedua Indonesia, Soeharto kembali mencuat jelang peringatan Hari Pahlawan tiap 10 November. Wacana itu berulang kali disuarakan, tetapi kandas, salah satunya karena terganjal Tap MPR Nomor 11 Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.

Namun, berbeda dari sebelumnya, jalan untuk mengegolkan gelar pahlawan bagi Soeharto kini tampak lebih terbuka, usai dicabutnya nama Soeharto dari Tap MPR tersebut. Putusan ini diketok beberapa hari jelang MPR periode 2019-2024 purnatugas. Ketua MPR kala itu Bambang Soesatyo, yang juga politikus Golkar, berdalih Soeharto tak bisa lagi dituntut karena sudah meninggal. Bamsoet juga mendorong Soeharto mendapat gelar pahlawan nasional.

Wacana itu sontak ditolak keras banyak kalangan karena berarti mengkhianati perjuangan reformasi yang menumbangkan Soeharto yang berkuasa selama 32 tahun. Apalagi, penuntasan kasus-kasus HAM berat masa lalu, yang terjadi di era Orde Baru, juga masih stagnan. Misalnya, tragedi 1965/1966, Talangsari, Lampung 1989, penghilangan paksa, hingga kerusuhan Mei 1998.

Bagaimana suara korban/keluarga korban pelanggaran HAM berat masa lalu terkait wacana gelar pahlawan untuk Soeharto? Apa saja dosa-dosa Soeharto yang membuatnya tidak layak mendapat gelar pahlawan? Kita bincangkan bersama Pipit Ambarmirah dari KIPPER (Kiprah Perempuan) Yogyakarta dan Dosen Hukum Tata Negara/Themis Indonesia Law Firm, Feri Amsari.

*Kami ingin mendengar saran dan komentar kamu terkait podcast yang baru saja kamu simak, melalui surel ke podcast@kbrprime.id

Komentar

Loading...

advertisement
Selanjutnya
advertisement