
Menteri Agama Nasaruddin Umar mengusulkan revisi terhadap Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Ini menyusul tingginya kasus perceraian di Indonesia.
Revisi diusulkan dengan menambahkan bab khusus mengenai pelestarian perkawinan sebab ada lebih dari 251 ribu kasus perceraian tahun 2024. Lewat bab khusus itu negara disebut bakal hadir sebagai mediator. Sebanyak 11 strategi mediasi disiapkan antara lain mendorong pasangan muda untuk menikah, menjadi perantara jodoh atau 'mak comblang', hingga mediator konflik menantu dan mertua, dan bekerja sama dengan peradilan agama agar tidak mudah memutus perkara cerai.
Niatan ini agaknya melupakan fakta bahwa dominasi kekerasan terhadap perempuan justru terjadi di dalam rumah tangga. Menengok data Komnas Perempuan sepanjang tahun 2024, angka kekerasan terhadap perempuan terus meningkat di ranah personal. Kekerasan terhadap istri (KTI), paling tinggi dilaporkan.
Jika revisi akan dilakukan pada UU Perkawinan, apa pasal-pasal yang sebetulnya perlu diperhatikan untuk memastikan perlindungan hak perempuan dan anak? Ruang Publik menghadirkan Asisten Deputi Pelaksanaan Kebijakan Pemenuhan Hak Anak Wilayah III Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI (KemenPPPA) Eko Novi Ariyanti, dan Komisioner Komnas Perempuan Dahlia Madanih, serta Koordinator Pelaksana Harian Asosiasi LBH APIK Indonesia, Khotimun Sutanti untuk membahas hal ini.
*Kami ingin mendengar saran dan komentar kamu terkait podcast yang baru saja kamu simak, melalui surel ke podcast@kbrprime.id
Komentar
Loading...



