
Pekan lalu, Mahkamah Konstitusi (MK) memberi putusan penting terkait uji materi sejumlah pasal karet di Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), diantaranya pasal 27A, pasal 28 ayat 3, dan pasal 45A ayat 3.
Ada dua perkara yang diputus MK yang diajukan oleh aktivis lingkungan Karimunjawa, Daniel Tangkilisan, dan jaksa Jovi Andrea Bachtiar. Keduanya adalah korban kriminalisasi UU ITE.
Dalam putusannya, MK melarang pemerintah dan badan usaha mengadukan pencemaran nama baik. Kritik terhadap pemerintah atau instansi ditegaskan sebagai bagian dari kebebasan berpendapat.
Di putusan lain, MK memperketat pemaknaan pasal terkait tindakan menyebarkan berita bohong atau hoaks. Tindakan itu hanya bisa dipidana jika menimbulkan kerusuhan fisik, bukan di ruang digital.
Apakah putusan-putusan MK ini kabar baik bagi kebebasan berpendapat di Indonesia? Apakah berarti tak bakal ada lagi kriminalisasi terhadap aktivis dan pegiat HAM? Adakah celah kriminalisasi dengan UU ITE yang masih harus diwaspadai?
Di Ruang Publik KBR, kita akan bahas dampak dari putusan MK terhadap UU ITE, bersama Kuasa Hukum dari Daniel Tangkilisan, Damian Agata Yuvens, lalu Direktur Eksekutif SAFEnet, Nenden Sekar Arum, dan Pegiat HAM, Fatia Maulidiyanti.
Komentar
Loading...



