Rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada awal tahun depan memicu gelombang protes di masyarakat. Ini dilatari kekhawatiran kenaikan PPN akan menekan daya beli masyarakat, menurunkan pendapatan perusahaan, dan berpotensi mengurangi gaji karyawan.
Penolakan PPN 12 persen pun menggema di media sosial X. Beberapa hari ini, beredar gambar seruan berlatar biru bertuliskan “Taxation Without Representation Is A Crime” Jangan Minta Pajak Besar Kalau Belum Becus Melayani Rakyat.
Warganet juga menyerukan seruan frugal living atau hidup hemat dan mengurangi berbelanja sebagai bentuk protes kepada pemerintah.
Sebelumnya Menteri Keuangan, Sri Mulyani memastikan kenaikan PPN menjadi 12 persen tetap berlaku mulai 1 Januari 2025, sesuai Undang-Undang tentang Harmoni Peraturan Perpajakan.
Sri Mulyani menekankan, kenaikan PPN telah melalui kajian mendalam dan mempertimbangkan dampaknya terhadap berbagai sektor. Dia memastikan, pemerintah tetap membebaskan PPN sejumlah barang dan jasa di sektor esensial, seperti bahan pokok dan jasa kesehatan.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen untuk menjaga kesehatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Menurut Airlangga, tarif PPN di Indonesia masih lebih rendah dibandingkan dengan negara maju lainnya.
Meski begitu, Airlangga mengatakan tidak menutup kemungkinan pemerintah menunda kenaikan tarif PPN melalui penerbitan peraturan pemerintah bersama DPR dan dirumuskan dalam Rancangan APBN. Namun, penundaan harus mempertimbangkan perkembangan keadaan ekonomi masyarakat dan kebutuhan dana pemerintah.
Nah inilah yang mau kita obrolin bareng News Editor KBR Wahyu Setiawan.
Komentar
Loading...