
Diskriminasi terhadap kelompok ragam gender masih terjadi di Indonesia, salah satunya akses lapangan kerja. Bulan Mei lalu, kelompok transpuan di Gorontalo merasa terancam dengan terbitnya kebijakan diskriminatif oleh Bupati Gorontalo, Sofyan Puhi.
Kebijakan yang dituangkan dalam Surat Edaran pada akhir April 2025 lalu itu melarang kegiatan keramaian hiburan rakyat dan hajatan pesta yang melibatkan biduan, alkohol, narkoba, judi, termasuk pula waria. Larangan ini sebagai buntut insiden seorang transpuan yang dinilai berpakaian tidak pantas saat mengisi sebuah acara.
Kebijakan ini diprotes kelompok transpuan Gorontalo sebab membuat mereka kehilangan mata pencaharian dimana sebagian besar transpuan di Gorontalo mencari penghasilan dari hajatan.
Kebijakan seperti ini semakin melemahkan kelompok ragam gender sebagai warga negara. Apalagi, stigma dan diskriminasi masih kerap membayangi kelompok ragam gender sebagai minoritas, kelompok ragam gender kerap mendapat stigma dan diskriminasi di ruang kerja.
Bulan Juni diperingati sebagai Pride Month menjadi momentum perayaan sekaligus pengingat akan hak-hak asasi kelompok ragam gender dan seksualitas.
Seperti apa tantangan kelompok ragam gender dalam mengakses lapangan kerja yang kian sempit? Bagaimana pula kabar pelindungan negara terhadap hak-hak asasi kelompok ragam gender?
Di Ruang Publik KBR, kita bahas lebih dalam tema ini bersama Key Ahmad, Transpuan dari Komunitas Ikatan Waria Indo Gorontalo (IWIG) dan Aeini Nasution dari Perkumpulan Suara Kita.
Komentar
Loading...



