
Kasus represi terhadap grup band punk asal Purbalingga, Sukatani, terus menyedot perhatian publik. Ini bermula dari unggahan video duo personel Sukatani meminta maaf ke institusi Polri dan mengumumkan penarikan lagu “Bayar Bayar Bayar” dari semua platform.
Muncul kecurigaan mereka direpresi. Sebab, lagu bernada satire tersebut sarat kritik terhadap perilaku polisi yang suka memungut uang rakyat.
Belakangan melalui akun Instagram-nya, Sukatani membenarkan adanya intimidasi yang mereka alami sejak Juli 2024.
Untuk kesekian kalinya Korps Bhayangkara jadi sorotan. Seolah mengamini slogan ‘no viral, no justice’, polisi kemudian bergerak usai kasus Sukatani ramai dibahas. Sejumlah polisi yang diduga mengintimidasi Sukatani lantas diperiksa. Tak lama berselang, Kapolri Listyo Sigit Prabowo merayu Sukatani menjadi Duta Polri. Namun, tawaran itu tegas ditolak.
Kasus Sukatani semestinya tak terjadi, karena konstitusi menjamin hak berpendapat dan berekspresi. Apakah artinya reformasi di kepolisian masih jauh panggang dari api?
Indonesia Baik kali ini akan membahasnya bersama Ketua Umum YLBHI sekaligus pendamping hukum Sukatani, Muhammad Isnur dan Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Yusuf Warsyim.
Komentar
Loading...



