Pada awalnya, sebanyak 43 daerah yang hanya memiliki calon tunggal kepala untuk pilkada serentak 2024 nanti. Namun, setelah perpanjangan pendaftaran calon kepala daerah, ada tambahan dua daerah yang memiliki dua pasangan calon (paslon). Yaitu Kabupaten Pohuwato, Provinsi Gorontalo dan Kabupaten Kepulauan Sitaro, Provinsi Sulawesi Utara. Itu artinya untuk saat ini, masih ada 41 daerah yang memiliki calon tunggal dan akan melawan kotak kosong.

Menyikapi fenomena kotak kosong ini, komisi II DPR semalam suntuk menggelar rapat dengar pendapat bareng KPU. Hasilnya, rapat dengar pendapat di Komisi bidang Pemilu DPR menyepakati pilkada ulang digelar 2025 jika kotak kosong menang pada Pilkada Serentak 2024.

Kotak kosong ini belakangan menjadi polemik dan kekhawatiran sebagian pihak karena bakalan mempengaruhi kualitas demokrasi.

Ketua Divisi Teknis KPU RI, Idham Holik menyebut, Pilkada dengan calon tunggal adalah hal yang diperbolehkan secara konstitusional dan sah menurut hukum. Meski begitu, peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Iqbal Kholidin mengatakan fenomena munculnya kotak kosong sebenarnya kurang baik dalam kehidupan demokrasi. Untuk itu, Perludem mengajak masyarakat untuk lebih kritis dan berani menolak hal-hal yang dapat merusak demokrasi.

Setali tiga uang, pengamat politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia Ujang Komarudin menilai, fenomena calon tunggal di Pilkada melawan kotak kosong adalah tanda dari rusaknya demokrasi di Indonesia. Menurutnya, kotak kosong memang konstitusional dan tidak dilarang, namun dengan meningkatnya jumlah kotak kosong pada gelaran Pilkada, menunjukkan demokrasi yang tidak sehat.

Meski begitu, apa untung ruginya pilkada ulang digelar?